Pemerintah Indonesia merencanakan peningkatan produksi minyak mentah dalam upaya mencapai target produksi sebesar 1 juta barel per hari (bph) pada tahun 2030. Namun, rencana tersebut dihadapkan pada berbagai kendala yang membuatnya sulit untuk terwujud. Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto menilai bahwa kendala tersebut salah satunya disebabkan oleh lemahnya pengawasan yang dilakukan oleh Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas).
Menurut Mulyanto, koordinasi yang lemah antara SKK Migas, kementerian lain, dan Pemerintah Daerah (Pemda) menjadi salah satu penyebab utama ketidakcapaian target produksi minyak mentah. Ia juga menyoroti kegagalan operasional di tingkat Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS). Oleh karena itu, Mulyanto mendorong untuk memperkuat peran kelembagaan SKK Migas guna mengatasi kendala tersebut.
Dalam menghadapi kondisi industri migas yang semakin merosot akibat tekanan program dekarbonisasi, Mulyanto berpendapat bahwa target produksi migas ke depan haruslah akurat dan dapat direalisasikan dengan baik. Namun, ia memprediksi bahwa produksi minyak di tahun ini hanya akan mencapai sekitar 90% dari target yang telah ditetapkan.
Di sisi lain, SKK Migas mengakui bahwa produksi minyak mentah di dalam negeri masih menghadapi tantangan. Wakil Kepala SKK Migas, Nanang Abdul Manaf, menyampaikan bahwa meskipun belum mencapai target produksi pada tahun 2023, penurunan produksi secara alamiah atau natural decline dapat diperkecil. Meskipun kondisi masih challenging, penurunan produksi yang semula 6-7% kini menjadi 1,2%.
Nanang juga berharap bahwa proyek migas yang dioperatori oleh Medco di lapangan Forel-Bronang pada tahun depan dapat memberikan tambahan produksi sebesar 10 ribu barel per hari. Hal ini diharapkan dapat membantu mencapai target produksi secara keseluruhan.
Sebelumnya, Kementerian Keuangan mencatat bahwa produksi minyak bumi siap jual Indonesia pada tahun 2023 hanya mencapai 607 ribu bph, masih di bawah target yang ditetapkan sebesar 660 ribu bph. Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan bahwa tidak hanya lifting minyak yang meleset dari target, tetapi juga lifting gas yang di bawah asumsi 2023 maupun realisasi 2022.
Secara keseluruhan, tantangan dan harapan terkait produksi minyak mentah Indonesia menjadi sorotan utama di tengah ambisi mencapai target produksi yang ambisius pada tahun 2030. Peran SKK Migas, peningkatan koordinasi, dan keberhasilan proyek-proyek migas menjadi faktor kunci dalam mengatasi kendala tersebut.
Demikian informasi seputar kebijakan pemerintah Indonesia yang harus memperbaiki sektor produksi minyak mentah di Indonesia. Untuk berita ekonomi, bisnis dan investasi terkini lainnya hanya di Scopecorner.Com.