Sebuah postingan utas di platform media sosial Twitter yang mengeluhkan harga taksi di Bandara Halim Perdanakusuma mendadak viral. Pembuat utas tersebut, Sylvi Kartika, menceritakan terbatasnya pilihan kendaraan dari bandara Halim. Dalam cuitannya, Sylvi mengungkapkan hanya ada tiga opsi kendaraan yaitu taksi Puskopau, Grab Puskopau, dan Gojek Puskopau.
Sylvi menyebut kisaran harga taksi dari bandara ke rumahnya jika menggunakan Blue Bird berkisar Rp60 ribu hingga Rp80 ribu. Namun, saat menggunakan Grab Puskopau ia harus membayar Rp118 ribu. Belum lagi, ia diminta membayar biaya tambahan atau surcharge bandara.
“Semua yang ada Puskopau ini harganya mark-up. HLP-rumah gue itu kisaran Rp60an ribu-Rp80an ribu. Grab gue (harganya) Rp118 ribu. Udah gitu penumpang disuruh bayar lagi surcharge Rp15 ribu,” ujarnya melalui akun Twitter @sylvkartika, dikutip Selasa, 27 Desember.
Harga Taksi Mahal dan Dimonopoli?
Selain soal tarif mahal, ia mempertanyakan soal tidak adanya pilihan taksi Blue Bird dari bandara tersebut. Sylvi mempertanyakan legalitas penetapan harga ini dengan menandai sejumlah akun seperti Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Puskopau Halim, dan Dinas Perhubungan DKI Jakarta.
“I don’t know artinya premanisme secara harfiah. Tapi ini masyarakat kaya dipaksa bayar dari segala sisi, bayar mark-up harga taksi, bayar surcharge lagi. Kita juga bayar maskapai yang sudah termasuk service bandara,” ungkapnya.
Sylvi menilai jika memang tujuan mark-up ongkos taksi ini untuk maintenance bandara, semestinya pihak bandara membebankan biaya tersebut kepada maskapai. Jika demikian, maka biaya tersebut sudah termasuk di dalam tiket pesawat yang dibeli penumpang. Meskipun ia mengakui surcharge juga berlaku di Bandara Soekarno-Hatta, namun menurutnya masih terdapat opsi taksi lain seperti Blue Bird dengan harga yang normal.
Sylvi pun mempertanyakan kenapa penumpang harus membayar surcharge dan alasan tak ada Blue Bird di Bandara Halim. Jika alasan yang diberikan oleh Bandara Halim masuk akal, ia tak keberatan untuk menerima biaya tersebut.
“Keluhan gue ini cuma keluhan warga yang mau pelayanan publik itu lebih baik, bukan berarti gue harus jalan keluar dulu. Kita punya KPPU yang mengatur tentang monopoli usaha, katanya negara hukum. So let’s use that as the basis,” tutur Sylvi soal harga taksi di Bandara Halim Perdanakusuma.