
Direktur Utama PT Bukit Asam Tbk (PTBA), Arsal Ismail meminta pemerintah untuk meninjau ulang rencana penerapan bea keluar (BK) terhadap ekspor batu bara. Hal tersebut menyusul kondisi harga batu bara global yang belum sepenuhnya pulih, dikhawatirkan dapat menambah beban bagi pelaku usaha tambang ketika penerapan kebijakan bea keluar batu bara.
Arsal mengungkapkan bahwa penerapan bea keluar memang dapat diterima jika harga komoditas sedang tinggi dan perusahaan memperoleh margin keuntungan yang besar.
Namun, dalam kondisi harga batu bara yang rendah seperti sekarang, kebijakan ini justru berisiko menurunkan kinerja keuangan perusahaan tambang dan memberatkan beban operasional mereka.
Menteri ESDM Menyatakan Bea Keluar Batu Bara Fleksibel Sesuai Situasi Pasar
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, menyatakan bahwa kebijakan bea keluar ini akan disesuaikan dengan perkembangan situasi pasar. Jika harga batu bara global sudah membaik, maka penerapan bea keluar bisa diterapkan.
Namun, jika harga pasar masih belum ekonomis, kebijakan tersebut tidak akan memberatkan pelaku usaha.
Menteri Bahlil juga menambahkan bahwa regulasi teknis terkait bea keluar masih dalam tahap penyusunan dan akan disesuaikan dengan kondisi pasar global. Rencananya, kebijakan tersebut akan mulai diterapkan secara bertahap pada tahun 2026, dengan mempertimbangkan harga keekonomian komoditas di pasar global.
Penerapan bea keluar batu bara perlu dipertimbangkan dengan seksama mengingat kondisi harga batu bara yang belum stabil. Meskipun kebijakan tersebut dapat mendatangkan pendapatan negara, harus ada penyesuaian dengan situasi pasar agar tidak membebani pelaku usaha tambang. Pemerintah diharapkan untuk membuat keputusan yang fleksibel sesuai dengan perkembangan harga di pasar global.
Demikian informasi seputar bea keluar batu bara. Untuk berita ekonomi, bisnis dan investasi terkini lainnya hanya di Scopecorner.Com.